Bayangkan Papua sebagai sebuah permadani raksasa, ditenun dari benang-benang budaya, alam, dan mimpi masyarakatnya. Digitalisasi adalah jarum dan benang yang menyatukan pola-pola itu, menghubungkan kampung-kampung terpencil di pegunungan dan tepi laut ke dunia yang lebih luas dan lega.
Tapi, menjahit permadani di tengah hutan lebat, bukit
terjal, dan ombak lautan bukanlah sekadar pekerjaan membalikkan telapak tangan.
Di Papua, digitalisasi adalah bak membangun jembatan cahaya—jembatan yang
membawa sinyal internet, peluang ekonomi, dan segumpal asa. Dengan Badan
Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Komdigi sebagai penutur
cerita, pemerintah dan masyarakat Papua sedang menulis babak baru: sebuah Tanah
Kencana yang terkoneksi, produktif, dan inklusif.
Infrastruktur Digital: Menancapkan Tiang Cahaya
Bukti nyatanya? Satelit Republik Indonesia (SATRIA-1) dan
351 desa di enam provinsi Papua yang kini tersambung sinyal BTS 4G sejak
Oktober 2024 hingga Mei 2025, dengan ketersediaan layanan mencapai 84,24% per
10 Mei 2025. “Kehadiran SATRIA-1 mempercepat pemerataan konektivitas, terutama
di wilayah geografis yang sulit dijangkau,” ujar Wakil Menteri.
BAKTI Komdigi menjadi tulang punggung di sini. Mereka
menjalankan empat program unggulan: menyediakan akses internet di 1.354 titik
layanan publik seperti sekolah, puskesmas, kantor desa, dan pos pertahanan
(dengan kualitas layanan 89,55% per April 2025), membangun BTS 4G, mengelola
kapasitas SATRIA-1, dan menarik tulang punggung fiber optik ke kabupaten yang
belum dilirik swasta.
Walikota Jayapura, Abisai Rollo, dalam acara yang sama,
menyambut baik inisiatif ini, menyebutnya sebagai “angin segar” bagi masyarakat
di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Sementara itu, Komandan Lantamal
Jayapura, Brigadir Jenderal TNI (Mar) Freddy Jhon H. Pardosi, menambahkan bahwa
konektivitas ini juga memperkuat pos-pos pertahanan di perbatasan.
Menteri Komdigi, Meutya Hafid, pernah bilang, “Bisnis yang
tidak digital akan tertinggal, bahkan mati tergilas zaman,” mengutip Bill
Gates. Di Papua, ini berarti UMKM lokal seperti pengrajin noken atau petani
cokelat di Pegunungan Arfak bisa menembus pasar global lewat platform digital.
Asisten I Setda Provinsi Papua, Yohanes Walilo, menegaskan pentingnya pelatihan
literasi digital, dengan rencana menambah 250 titik VSAT di 2025 untuk sekolah
dan layanan publik di daerah seperti Kepulauan Yapen dan Waropen.
Tragedi seperti kecelakaan laut tim BAKTI di Muara Serui
pada Februari 2025 juga mengingatkan kita akan pengorbanan besar di balik
layar. “Mereka adalah pejuang pemerataan infrastruktur digital sejati,” ujar
Fadhilah Mathar, Direktur Utama BAKTI Komdigi, mengenang tim yang gugur demi
menyalakan “mercu sinyal” di pelosok Papua.
Kata Wamen Nezar Patria di Pos Angkatan Laut di Skouw Sae, “Dedikasi para prajurit dan tim teknis telah membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat Papua untuk terhubung dan maju bersama.” Kita harus jaga lentera ini agar terus menyala. Papua digital bukan cuma mimpi—ia sedang dibangun, satu tiang, satu sinyal, satu asa pada satu waktu yang sama. Akan indah jika kita dukung cerita ini sampai purna dalam akhir yang bahagia.***