Kepulauan Tanimbar, 25 Juni 2025
— Direktorat Layanan TI Badan Usaha BAKTI Komdigi membidik kerja sama dengan
dua Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Provinsi
Maluku, untuk mengikuti program digitalisasi menuju maturitas desa. Inisiatif
ini menetapkan Desa Kelaan dan Desa Matakus sebagai pionir di wilayah Provinsi
Maluku.
Kehadiran program ini disambut
positif oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Kepala Dinas Komunikasi
dan Informatika serta Persandian Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Junus Batlajery,
mengungkapkan apresiasinya atas pemilihan wilayah Tanimbar dalam program ini.
Ia menyebut digitalisasi desa sebagai langkah strategis dalam pembangunan
daerah. “Kami sangat bersyukur dengan hadirnya teman-teman dari BAKTI. Dari
sepuluh desa yang diusulkan, dua desa kami akhirnya terpilih menjadi
percontohan program Komdigi, khususnya di bidang usaha internet mandiri,” ujar
Junus saat membuka acara sosialisasi di Balai Desa Tutmanvuri, Desa Kelaan,
Tanimbar Utara.
Menurutnya, desa sebagai pilar
pembangunan perlu memanfaatkan kemajuan teknologi untuk mengembangkan potensi
lokal, memperluas akses informasi, dan mempercepat pertumbuhan ekonomi
masyarakat. Karena itu, peluang yang diberikan melalui program ini harus dioptimalkan
oleh semua pihak.
PIC Manajemen Akuisisi Kemitraan
BAKTI, Rizkiadi Erlangga, menjelaskan bahwa program internet mandiri
dilatarbelakangi oleh masih lebarnya kesenjangan digital di berbagai wilayah
Indonesia. Ia menuturkan bahwa pemerintah pusat tidak dapat menjangkau seluruh
pelosok secara langsung, sehingga diperlukan pendekatan kolaboratif antara desa
dan penyedia jaringan. Salah satu contoh sukses, menurutnya, adalah kerja sama
dengan BUMDesma Panca Mandala di Tasikmalaya, Jawa Barat, yang kini mampu
mengelola bandwidth hingga 400 Mbps.
Keberhasilan tersebut mendorong
BAKTI untuk memperluas kolaborasi dengan lebih banyak BUMDes. Hingga
pertengahan 2025, sudah ada 56 BUMDes di berbagai provinsi seperti Riau,
Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku Utara yang terlibat
dalam program ini. Rizki menjelaskan bahwa digitalisasi desa merupakan proses
bertahap, dimulai dari pembangunan konektivitas internet, kemudian dilanjutkan
dengan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), hingga pendampingan
operasional layanan internet oleh BUMDes.
Komitmen juga datang dari
pemerintah desa. Kepala Desa Kelaan, Henrison Baulu, menyatakan dukungannya
terhadap program ini dan siap mengembangkan BUMDes Kilibait agar mampu menjadi
penyedia layanan internet mandiri di wilayahnya. Ia menjamin bahwa seluruh
warga Desa Kelaan akan menggunakan layanan tersebut. “Saya jamin seratus
persen, semua warga yang ada di Desa Kelaan akan menggunakan internet mandiri.
Dan kami akan menyiapkan penyertaan modal sebesar-besarnya untuk pengembangan
desa kami,” tegas Henrison.
Desa Kelaan sendiri memiliki
sekitar 157 rumah yang menjadi target pengguna awal layanan ini, dan jika
komitmen berlanjut, maka pihak desa akan bekerja sama dengan penyedia jasa
internet (ISP) lokal sebagai mitra pelaksana teknis. Direktur BUMDes Kilibait, Yonias
Baulu, menambahkan bahwa layanan internet ini diharapkan mampu menunjang sektor
produktif di desa seperti perikanan dan perkebunan. “Kami harapkan nantinya program
ini bisa membantu masyarakat dalam menyalurkan hasil perikanan dan perkebunan
yang ada di Desa Kelaan, Tanimbar Utara,” ujarnya.
Sementara itu, PIC Manajemen
Akuisisi Kemitraan BAKTI lainnya, Haji Nur Hidayat, menegaskan pentingnya
program desa digital sebagai jendela keterbukaan informasi dan peluang
pembangunan. Menurutnya, internet membuka akses masyarakat desa terhadap dunia
luar, serta mempermudah komunikasi dan promosi potensi lokal. Ia optimistis
bahwa dengan potensi yang dimiliki Desa Kelaan, desa ini bisa menjadi salah
satu desa digital yang maju di wilayah Maluku.
Dengan kerja sama ini, BAKTI dan
BUMDes diharapkan dapat menghadirkan layanan internet yang berkelanjutan,
terjangkau, dan memberdayakan masyarakat secara ekonomi serta sosial. Program
ini bukan hanya sekadar proyek konektivitas, tetapi juga gerakan transformasi
digital yang menjadikan desa sebagai pusat pertumbuhan berbasis teknologi.
MATAKUS, SI MATA BELUT YANG
SANGAT BERPOTENSI
Karena Fredy melihat bahwa Desa Matakus memiliki berbagai
potensi unggulan, baik di sektor pariwisata, pertanian, perikanan, maupun
perkebunan. “Masyarakat di desa kami, dapat mengelola beragam komoditas lokal,
mulai dari padi, umbi-umbian, kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, hingga
kacang hitam. Di sisi laut, warga juga menggantungkan hidup dari rumput laut
dan perikanan,” terangnya.
Namun, akses internet yang masih terbatas menjadi kendala
utama. “Saat ini kami hanya mengandalkan jaringan internet dari Saumlaki.
Akibatnya, kami kesulitan menjual hasil panen dan tangkapan ke luar,”
tambahnya.
Pada tahun 2025 ini, Desa Matakus masih fokus pada
pembangunan infrastruktur fisik melalui dana desa. Namun, Fredy memastikan
bahwa pada tahun 2026, ketika tidak ada lagi proyek fisik yang direncanakan,
pihak desa akan fokus pada program pemberdayaan masyarakat. Salah satu strategi
pemberdayaan yang disiapkan adalah penguatan BUMDes Urastubun, yang akan
difungsikan sebagai motor penggerak ekonomi digital desa.
“Kami siap menjalankan komitmen untuk mengembangkan BUMDes
sebagai pusat ekonomi masyarakat. Internet mandiri ini akan sangat menunjang
pemasaran produk lokal secara daring,” tegasnya.***